Sekilas tentang asal-usul orang Manggarai
Pra kemerdekaan NKRI, Manggarai dikuasi oleh Sultan Bima
yang kemudian membagi Dalu (Camat zaman sekarang-red) yang berkuasa pada
zaman itu (zaman sebelum kemerdekaan RI-red). Ketiga Dalu tersebut
adalah Dalu Bajo, Sanga Dewa dan Todo. Sebelumnya nama Manggarai disebut Nuca
Lale. Nama Manggarai diberikan oleh orang Bima dengan sejarahnya tersendiri.
Ketiga Dalu tersebut masing-masing berasal dari Keturunan
Ndewa, Goa dan Minangkabau. Dalu Todo adalah keturunan Minangkabau, Goa diduga
dari Minangkabau, sedangkan Sanga Ndewa adalah keturunan asli Manggarai, yang
asal pertama kalinya dari Golomori (berasal dari nirwana, surga, manusia
langit-red).
Pada zaman Belanda, diangkatlah para Raja di Manggarai dari
keturunan Mashur, yaitu Raja Baruk, Hambur, Ngambut. Ketiga Raja ini diangkat
oleh Belanda. Mashur menurut buku Histiografi Manggarai, Damian Toda, datang
dari Mata Wai, Manggarai Barat. Di Todo dia mengambil seorang perempuan. Istri
Mashur yang melahirkan Raja Hambur adalah manusia roh atau manusia langit.
(Baca Histiografi Manggarai tulisan Damian Toda-red). Semasa Raja
Hambur tiga Dalu tersebut kemudian ditambah.
Menurut warga Warloka, Hj. Muhammad Raila, bahwa keturunan
Ndewa ada hubungannya dengan Sultan Bima. Sedangkan di Manggarai, keturunan
Ndewa termasuk orang Cibal yang disebut dengan Paju Lae yang ada hubungannya
dengan Loke Nggerang (Loke Nggoreng adalah keturunan roh langit yang memiliki
ilmu hilang yang akhirnya dibunuh di Todo dan kulitnya dijadikan gendang hingga
sampai zaman ini). Keturunan lainnya adalah Compang Cibal. Tidak hanya Compang
Cibal dan Ndoso yang dikatakan sebagai keturunan Ndewa, tetapi suku Nawang
diduga berasal dari Mandosawu-Gunung Ranaka termasuk keturunan manusia langit.
Suku Nawang tersebut ada hubungan dengan orang Laci di Manggarai Timur.
Berdasarkan pengalaman sejarah, daerah-daerah di Manggarai
yang mungkin erat kaitannnya dengan Ndewa-Golomori yang mempunyai hubungan
dengan manusia langit adalah sejarah Ruteng Pu’u di Ruteng, Watu Compang Tureng
di Desa Ceka Luju di Satar Mese Barat, sejarah kampung Kaca di Wae Ajang, Satar
Mese Barat, sejarah Poco Kuwus dan Watu Ompu dekat Semang dan Tado, dan salah
satu tempat di Macang Pacar.
Dari sisi keperkasaan dan ilmu yang dimiliki oleh Motang Rua
dan kakaknya Lalong Bakok, erat kaitannya dengan Ndewa di Golomori. Diduga ayah
dari Motang Rua adalah Empo Rae atau dikenal Laki Rae yang berasal dari
keturunan Ndewa di Golomori. Ibu dari Motang Rua berasal dari Narang keturunan
Todo. Sedangkan, Motang Rua adalah salah satu keturunan dari Todo, keturunan
berdasarkan silsilah matrilineal. Secara Matrilineal, Motang Rua adalah
keturunan Ndewa. Hal itu didukung oleh ilmu yang dimiliki oleh Laki Bakok dan
Motang Rua. Dari perkawinan Laki Rae dan istrinya (namanya belum diketahui-red)
menghasilkan Laki Bakok dan Motang Rua. Laki Bakok berhasil berperang melawan
Raja Aceh karena dihasut oleh Belanda, sedangkan Motang Rua berhasil membunuh
10 tentara Belanda di Ngalor Sua bersama Beo Menggong yang kemudian dibuang dan
dipenjarakan di Nusa Kembangan.
Sorces" FN-Online